![]() |
Santri Bukti Cinta Negeri |
Bismillah
ar-Rahman ar-Rahim. Dengan
basmalah saya mulai tulisan ini. Saya merupakan santri di salah satu pondok pesantren di Jawa Timur. Saya
lahir di daerah pinggiran Jakarta, tepatnya diantara Kota Jakarta dan Bekasi. Sebuah lokasi yang cukup strategis karena diapit oleh dua kota dengan suasana semi modern. Daerah yang menurut saya sangat nyaman, karena selain dapat menikmati suasana modern kota, saya masih tetap bisa merasakan hijaunya alam saat berkunjung ke lapangan
sepakbola warga sekitar yang kiri
kanannya masih dipenuhi dengan kebun dan empang. Cukup segar
untuk menenangkan pikiran saat merasakan kejenuhan di rumah ketika liburan.
Dalam tulisan kali ini, saya ingin membawa
para pembaca menikmati betapa eksotisnya negeri tercinta ini dengan keanekaragaman seni, budaya, sosial
serta keindahan alamnya. Lewat perjalanan yang saya lakukan ketika masih berumur 15 dan 17
tahun dulu, saya berhasil
mengeksplor kearifan sosial masyarakat Jawa. Mulai dari Surabaya, Mojokerto, Malang, Tuban, hingga Kudus.
Benar-benar sebuah pengalaman yang tak ternilai harganya.
Dari sekian banyak perjalanan yang saya lakukan pada saat itu,
kota yang paling berkesan di hati saya—baik dari segi kultur budaya
maupun keindahan alamnya—adalah Kota Kudus. Berinteraksi dengan masyarakat dan alam serta mempelajari segala nasihat
tersirat, saya dapatkan dalam perjalanan di Kota
Kudus tersebut.
Kota Kecil Penuh Kejutan
Tak berbeda jauh dengan pengalaman saya ketika melakukan perjalanan sebelumnya ke Mojokerto, perjalanan saya ke Kudus hanya
modal nekat!. Bukan nekat pergi tanpa uang, tapi
saya nekat pergi ke Kudus hanya bermodalkan alamat teman yang masih samar. Untungnya
Allah memudahkan saya, dan semua terbayar akan kesan saya terhadap kota ini.
Bagi saya, kota ini istimewa karena memiliki dua dimensi
yang jauh berbeda antara daerah pedesaan
dan perkotaannya. Pertama, saya pergi ke
daerah pedesaan yakni kaki Gunung Muria. Tentunya untuk menikmati keindahan alam serta
berziarah ke makam salah satu wali di sana, yakni Sunan Muria. Disana, saya merasakan hawa
yang sangat sejuk. Udara pegunungan memang yang paling asik untuk di hirup. Pemandangan
yang memanjakan mata serta air bening dan dingin yang membuat bulu-bulu halus
saya berdiri.
Susunan mozaik perumahan disana begitu unik, karena berbaris seperti
ular sampai tempat jasad Sunan Muria bersemayam. Mata yang memandang pun pasti takjub. Pemukiman warga di gunung tersebut, sangat
terpengaruh oleh jasa Sang Sunan
sehingga membuat suasana di daerah Muria terasa sangat religius.
Di Gunung Muria ada banyak sekali spot
yang bisa Anda kunjungi. Dengan tinggi yang tidak lebih dari 1.601 meter diatas permukaan laut, gunung Muria mempunyai
beberapa puncak tinggi, belasan air terjun dan kekayaan flora serta fauna yang
masih terawat hingga sekarang. Sungguh kekayaan yang luar biasa banyaknya. Setelah saya selesai berziarah, saya juga menyempatkan diri untuk berendam di air terjun terdekat, yaitu air terjun Mothel di
desa Colo yang menjadi tempat incaran para wisatawan setelah berziaroh.
Budaya yang Kental
Ada pelajaran baru yang saya dapatkan sepulang dari Gunung Muria. Sopan santun
dan perhatian masyarakat akan norma-norma agama disana sangat kental. Budaya
lokal yang sudah ada sejak dahulu bercampur dengan kearifan agama Islam yang
dibawa oleh Sunan Muria membuat setiap kegiatan agama yang
dilaksanakan disana berjalan dengan
khidmah. Selain Sunan Muria, ada juga Sunan Kudus yang ikut berperan melakukan asimilisasi budaya di sekitar Kudus. Makam Sunan Kudus sendiri, terletak di jantung kota Kudus.
Saat saya beranjak ke Kudus kota, saya merasakan atmosfer yang sangat berbeda dengan
masyarakat Gunung Muria. Baik dari udara, masyarakat, hingga lingkungannya. Akan tetapi, hal tersebut
tidak membuat saya menyesal, karena ada banyak pelajaran yang saya dapatakan.
Di Kudus kota, saya disuguhi arsitektur bangunan bersejarah yang terawat hingga masyarakat yang
homogen tapi santun. Sebuah pemandangan perkotaan tapi tak serta merta membuat masyarakat lupa dengan
budaya mereka. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat
sekitar, kecerdasan Sunan Kuduslah yang membuat hal ini
terjadi. Salah satu kecerdasan beliau yang
paling dikenang masyarakat Kudus adalah cara beliau menghormati agama Hindu yang terlebih dahulu ada, dengan tidak memotong
sapi yang mereka anggap suci. Sehingga hingga sekarang, orang Kudus tidak
berani memotong sapi untuk kurban. Sungguh keraifan lokal yang luar biasa.
Lombok, Tunggu Aku!
Semua inilah yang
membuat saya makin cinta kepada negeri ini. Indonesia. Kisah ini adalah salah satu dari pengalaman indah yang takkan pernah saya lupakan selagi hayat masih di
kandung badan. Semoga Kudus bukan kota terakhir yang saya jelajahi dan nikmati dari sekian banyak anugerah Tuhan yang telah di berikan kepada negeri ini.
Tempat yang selanjutnya saya incar adalah Lombok. Kota
yang penuh dengan keindahan pantai serta salah satu destinasi wisata halal di Indonesia.
Impian para santri petualang manapun. Dan tentunya, hanya dengan pesawat saya bisa merasakan perjalanan
cepat, nyaman dan mudah. Dengan mendapatkan tiket pesawat gratis dari
airpaz.com tentu perjalanan yang saya
impikan akan menjadi tambah berkesan. Tentunya dengan menaiki pesawat Lion Air yang murah tapi berkualitas.
Ayo kunjungi Airpaz.com dengan klik disini. Harga murah, jujur dan banyak promo. Pas sekali untuk para traveler. Lombok, I am coming!.

Tulisan menarik, terima kasih atas partisipasinya dalam lomba blog Airpaz. Semoga menang dan mendapatkan tiket gratis dari Airpaz ya :)
ReplyDeleteTerimakasih banyak atas dukungannya. :D @dinda
ReplyDeletepotonya kurang banyak om...jadi cuma ngebayangin aja nih saya
ReplyDeletetempatnya sunan muria disana ternyata baru tahu
sorry ya gan
Delete