Perang!!. Sekarang negara kita berada didalam peperangan.
Peperangan besar melibatkan seluruh negara ASEAN. Sudah lebih dari sebulan
perang ini berjalan. Perang perebutan kuasa atas investasi asing. Perang
inovasi, kreatifitas dan produksitfitas. Segala sendi ekonomi di pertaruhkan
dalam peperangan ini. Menang kita terbang menuju Indonesia maju. Kalau kalah, kita
akan terdikte oleh tumbuh suburnya pekerja dan barang dari luar.
Kawan benar-benar tidak terasa. Setelah sebelumnya pada tahun
2010 indonesia membuka pasar bebas, sekarang pada permulaan tahun 2016
indonesia melibatkan diri dalam misi ASEAN. Yaitu dengan terbukanya pasar
pekerja, barang dan jasa. Di perhelatan ekonomi kali ini kita seperti bertaruh.
Dengan kesiapan yang boleh dikatakan hampir siap Indonesia dalam waktu dekat
akan mendapat gempuran-gempuran ekonomi dari luar.
Dan untuk sekarang ekonomi negeri belum juga stabil, harga
minyak yang turun tidak bisa membuat harga pangan ikut turun. Entah apa yang
terjadi kita, tapi negeri kita mengalami inflasi. Serta sekarang kita
juga harus berhadapan dengan MEA. Kuatkah kita bertahan dengan masalah demi masalah
yang datang menerjang. Kebijakan ekonomi intansi pemerintah [un di
pertanyakaan.
Bagi kita yang notabenenya seorang santri pasti merasa bahwa
MEA bukanlah hal yang penting dan harus di perthatikan. Karena kita sekarang
adalah insane yang fokusuntuk mengembangkan dan memperbanyak ilmu agar bisa
menjadi orang yang alim, soleh, kafi. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan
ekonomi tidak terlalu direken. Mungkin kiranya ada yang mengikuti kabar
perekomonian negeri itu terbilang sedikit.
Padahal sebenarnya dalam kepondokan di pesantren kita juga di
didik menjadi orang yang sigap dan hebat dalam mengatur perekomonia pribadi.
Yang mana berhubungan dengan kiriman uang yang dikirim dari rumah. dan juga
kita juga didik ekonomi dalam kitab-kitab pada bab Buyuk. Dari sini
seharusnya seorang santri tetap memperhatikan grafik ekonomi Indonesia. Karena
hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi negeri berpengaruh langsung kepada orang
tua kita dirumah dan secara tidak langsung kepada kita.
MEA dan Santri
Menurut seorang senior saya yang
sekarang telah berdomisili diluar pondok ia berpendapat : santri walaupun
sekarang tidak terlibat langsung dalam perekomonian negara mulai sekarang harus
berlatih. Berlatih mejadi santri yang paham benar bab buyuk serta
berlatih menjadi santri yang benar-benar
wirai. Karena dua hal tersebut sangat di butuhkan dalam berniaga.
Nah di mea ini selain nanti aka nada
persaingan dalam memperoleh investor yang mau menanamkan modal serta membangun
pabrik di negara kita. masyarakat Indonesia juga dituntut untuk menjadi SDM
yang kreatif, inovatif dan professional dalam bekerja. Masyarakat kita di tuntut untuk menjadi
kumpulan orang yang tidak konsumtif plus hedonis. Terkhusu kepada para pemuda
yang seharusnya berada pada masa-masa produktif dan aktif.
Dari sini santri harus berinisiatif
dengan menggunakan fiqih untuk menempuh ekonomi syar’I santri juga di tuntut
dengan kewiraiaannya untuk jujur dan amanah dalam berniaga, karena secara tidak
langsung sikap kita yang seperti ini bisa menarik orang untuk mau bekerjasama
dengan kita, dan juga menuntun kita untuk menjadi sorang pembisnis yang
professional hingga akhirnya berkembang menjadi orang yang kreatif dan kelak
akan menuarkan sikpa tersebut ke masyarakat lain.
Dengan tanggapan orang awam yang menjadikan santri panutan. Ktia bisa mempengaruhi masyarakat untuk menjadi pembisnis yang syar’i. pemimpin yang bekerja sesuai dengan tuntunan islam. Sehingga terciptalah masyarakat yang mandiri dan madani.
Tak ayal dengan spekulasiseperti ini
peran santri yang nantinya akan terjun ke masyarakat umum akan din anti. Maka
dari itu mengembangkan potensi selama di pondok dengan belajar mengattur
ekonomi pribadi bisa menjadi jembatan menuju santri yang bermanfaat untuk
negeri.
Santri
dan Bahasa Asing
Banyak para pelaku usaha di dalam
negeri yang menyayangkan buruknya pendidikan dasar di dalam negeri. Di negara
kita ini terlalu sedikit waktu yang diberikan untuk mata pelajaran bahasa
inggris. Dijadikannya pelajaran tersebut dalam UN tidak menjadikan pelajaran itu
di cintai oleh mayoritas siswa didik di bangku sekolah. Malahan bahasa tersebut
bagi mereka (siswa-siswi) sebagai peajaran yang paling tidak di sukai setelah
matematika. Inggris is crazy. Seolah-olah bahasa tersebut memiliki
stigma tersendiri dalam masalah pelajaran.
Para pengamat pun mengatakan
Indonesia di banjiri SDM yang masih kurang bisa berbahasa inggris. Dan hal ini
membuat negara kita terancam tertinggal. Karena nanti ketika masuk perusahaan
mereka akan menjadi pekerja yang kurang professional di karenakan buruknya
komunikasi satu sama lain.
Lalu negeri ini selain bahasa juga
masalah pendidikan untuk menjadi masyarakat yang kreatif dan pendidikan yang membuat mereka
berpengalaman dalam bekerja. Jadi mau tidak mau negara kita banyak SDM tapi kualitasnya
kurang mamadai. Otomatis perusahaan-perusahaan yang merujuk ke buruh kelas
menegngah kebawah pun akan menemukan banyak pekerjanya yang kurang professional.
Sementara kalangan santri di pondok
kita ini tidaklah berbeda jauh. Dan hal ini mungkin bisa dikatakan wajar. Kita
yang posisinya adalah santri yang para kyainya memegang teguh salaf. Dan
menghindari kholaf lebih memilih tidak terlalu memperdalam bahasa inggris.
Hanya tingkat aliyah saja yang mendapatkan pelajaran ini.
Akan tetapi kita harus tetap
berbangga karena kita walau tidak belajar bahasa inggris, kita disini dididik
untuk mempelajari seluk beluk literature bahasa arab yang mana terkenal lebih
sulit di pelajari dari pada bahasa inggris. Begini langitan beda lagi dengan
pondok modern. Mereka yang memakai system kholaf memadukan antara bahas inggris
dan bahasa arab. Selain itu dalam keseharian pun memakai bahasa arab dan
inggris secara bergantian.
Dari sini santri tidak perlu
berkecil hati. Karena terbukti kita satu langkah lebih maju dari pada sekolah
yang di bawahi paying mendikbud. Lulus dari pondok setidaknya kita mengusai
bahasa asing. Entah itu inggris atau pun arab. Dan juga khusu pondok modern
mereka lebih maju karena menerapkan bahasa asing dalam keseharian. Berbanding
jauh dengan sekolah luar yang hanya menyediakan 2 jam dalam seminggu. Dan tidak
di praktekkan dalam sehari-hari.
Pun bagi yang ingin lebih intensif
belajar, mereka harus menempus les yang biasanya memakan uang ratusan ribu
rupiah. Untuk santri ayo kita lebih bersemangat untuk membangun ptensi yang
kita miliki di berbagai lini. Kita abdikan diri kita dengan membangun dan
meneruskan kelangsungan pesantren kita. selain itu kita juga membantu untuk
terus membangun dan mengembangkan negeri.
Dan untuk mereka yang di luar pondok. Mari kita saling
mengayomi. Mekerjasama menghadapi mea. Semua ini demi menuju masyarakat
Indonesia maju, kreatif, inofatif dan produktif.
See you next time. J
Comments
Post a Comment