Ego, memang
benar Indonesia ini di penuhi oleh pemimpin berego tinggi. Mendahulukan
kepentingan diri sendiri, keluarga dan kolega. Diri sendiri untuk memenuhi
segala keinginan yang mungkin ketika sebelum menjadi pejabat tidak bisa di
gapai atau bisa, akan tetapi ingin lebih. Keluarga, sudah jelas, tanpa keluarga
merka merasa tidak bisa sampa ke jenjang menguasai jabatan. Kolega, ah bagi
para pejabat mereka terlalu dekat dan biasanya mempunyai ocehan yang seandainya
tidak diboikot dengan suap akan terus berkoar-koar.
Wakil
rakyat kumpulan orang-orang hebat, bukan kumpulan orang-orang dekat, apalagi
sanak family. Entah
sampai kapan ego ini lestari, aman dan tentram. Sampai kapan hal ini terus
tumbuh dengan suburnya. Ketika satu orang menjabat, lalu mengajak keluarganya
mencalonkan diri menjadi pejabat. Hingga akhirnya terbentuklah dinasti keluarga
dalam pemerintahan. Akhirnya KKN pun menjadi makin jelas, budaya ini pun tak
lebih menjadi kejahatan yang di turunkan kepada anak cucu mereka yang bisa saja menjadi darah daging mereka.
Kami
titipkan masa depan kami dan negeri ini, dari sabang sampai maroke. Kini kita lihat segala permasalahan
yang gencar di bahas oleh berbagai media. Bagaimana sikap seorang pejabat
Negara yang memegang jabatan tinggi tapi tidak lebih dari anjing-anjing mafia
dunia. Menjadi anak bangsa yang di banggakan tapi malah menjurumuskan Negara
dengan ancaman-ancaman. Negara tak ubahnya seperti milik mereka bersama. Di
jual dengan seenaknya tanpa memperdulikan bangsa ini. Tanggung jawab yang sudah
terlanjur sering di khianati membuat mereka merasa tidak berdosa melakukan
perbuatan laknat itu. Mereka begini bagaimana dengan kita?.
Engkau di
pilih bukan di lotre meski kami tak kenal siapa saudara, sudah jelas menampuk jabatan di
negeri ini bukanlah ladang perjudian. Mereka berani mengeluarkan dana besar
atau bahkan berhutang uang dengan jumlah besar hanya untuk mencoba peruntungan
di atas kursi panas petinggi Negara. Bagi mereka yang punya uang banyak, hal
ini tidak lain dan tidak bukan hanya gelagat untuk menambah penghasilan. Bagi
yang berhutang, semua akan terbayar dan pasti balik modal. Dengan apa?. Tentu
dengan mengedepankan ego mereka dan antek-anteknya, KORUPSI.
Yakin dan
lidahmu kami berharap, suara kami dengar lalu sampaikan. Atasan benar bawahan ajur. Ibarat
pohon, intasi pemerintahan negeri ini tak lebih dari pohon yang rapuh termakan
rayap. Setiap kali uang di salurkan, turun kebawah, uang selalu dikikis hingga
akhirnya hampir habis. Kita bersuara berteriak dengan suara lantang. Meminta kesungguhan
mereka. Namun suara kita di anggap sumbang. Masuk kuping kanan keluar dari
kuping kiri. Suara kita, protes kita, mereka silent. Yang terealisasi ?
tak pernah bisa seperti apa di janjikan oleh mereka.
Lantas
bagaimana dengan kita sekarang. Sungguh mengesankan ya, menjadi masyarakat yang
rela memilih walaupun tidak mengenal mereka. Kita di paksa untuk tidak golput.
Kebenaran kita mereka tutupi dengan uang, hingga berakhir menjadi politik hitam
yang katanya sudah diatasi tapi malah menjamur tanpa ketahuan.
Sangat tidak
pantas Negara ini memiliki banyak partai yang tak terlepas dari korupsi-korupsi
yang jumlahnya sangat mengerikan. Tapi hukuman yang di limpahkan kepada mereka
lebih ringan dari pada rakyat yang mencuri tebu. Miris, sangat miris. Hal ini
lebih menakutkan dan menyakitkan dari pada bom thamrin dan ancaman ISIS yang
mengancam akan mengebom dimana-mana.
Entah sampai
kapan akan begini. Negara terus merugi. Program pemerintah tak berjalan sesuai
yang di inginkan. Kita mungkin hanya bisa menunggu. Ibarat orang yang belajar
kepada guru di akhir pelajaran kitab yang hatam. Ana qory wa antum same’
fallahu yahdi. Mungkin hanya hidayah minallah yang bisa kita
harapkan atas para koruptor negeri. Jadi mari kita semarak berteriak, aminn. Mengharap hidayah
cepat di limpahkan kepada mereka. J
Untuk Bang
Iwan Fals saya ucapkan terimakasih kepada lagunya yang menginspirasi. See you
next time.
https://independent.academia.edu/zahidfarhan4
https://independent.academia.edu/zahidfarhan4
Comments
Post a Comment